BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 01 Januari 2010

Persaingan department store premium kian sengit

Pertambahan kelompok masyarakat ekonomi atas sejak beberapa tahun terakhir merangsang peritel masuk ke pasar premium di dalam negeri, meski animo belanja barang bermerek di luar negeri tetap marak.
Terbukti satu lagi peritel di Indonesia ikut mencemplungkan diri ke dalam kompetisi bisnis berformat department store papan atas dengan merek Parisian.
Berbagai upaya disodorkan peritel, khususnya untuk merek yang baru beroperasi.
Parisian yang diusung Lippo Group menciptakan suasana bernuansa Paris, negara acuan perkembangan mode dunia. Lippo juga menghadirkan musik hidup lewat dentingan piano di dalam toko.
Merek department store lain yang sudah makan asam garam di industri ritel busana dan aksesoris kelas menengah atas di Indonesia, adalah Sogo, Debenhams, dan Metro.
Kabarnya Metro juga tengah bersiap untuk menyuguhkan nuansa toko yang lebih mewah lagi di Mal Pacific Place.
Sementara itu, Seibu menghadirkan interior karya desainer ternama yang berkesan mewah. Setiap lantai Seibu dilengkapi satu set sofa kulit yang nyaman digunakan konsumen.
Berbeda lagi dengan Harvey Nichols. Peritel asal Inggris ini menjanjikan toko berselera tinggi. Di Inggris, Harvey Nichols memang menjadi ajang menjual barang mewah untuk kelas atas.
Orang kaya bertambah
Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Marak department store premium tersebut sejalan dengan jumlah orang kaya yang terus bertambah.
John Bellis, seorang eksekutif di grup Lippo, yang menaungi perusahaan Matahari, mengatakan orang kaya di Indonesia tumbuh 300% dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun.
Pada 2001, orang yang membelanjakan Rp4 juta per bulan untuk barang di luar keperluan sehari-hari hanya 3 juta rumah tangga, pada tahun ini jumlahnya bakal membengkak menjadi 9 juta kepala keluarga.
Peritel papan atas juga berupaya memutus keinginan konsumen berkocek tebal membeli barang di negara lain, seperti Singapura dan Hong Kong. Apalagi, uang yang dihabiskan di negara orang cukup menggiurkan.
Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesoris Indonesia (APGAI) memproyeksikan belanja produk ritel, terutama garmen dan aksesori, masyarakat Indonesia di mancanegara mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp9 triliun per tahun.
Department store papan atas yang merupakan pendatang baru seperti Parisian optimistis bisa meraih penjulan lebih dari US$1 miliar atau sekitar Rp9 triliun per tahun.
Mal papan atas
Kehadiran department store yang membidik konsumen kelas A dan A+ ditopang dengan beroperasinya mal papan atas. Setelah Plaza Indonesia dan Plaza Senayan berduet mendulang sukses menghadirkan konsumen papan atas, kini memiliki pesaing baru.
Belum berselang lama Senayan City beroperasi, diikuti Grand Indonesia dan Pacific Place. Berikutnya segera muncul Mal Gandaria, yang tengah dibangun.
Kehadiran mal papan atas ini seiring dengan masuknya beragam merek garmen dan aksesori ternama dari berbagai belahan dunia. Jika diamati, eksplorasi merek oleh developer dengan peritelnya tidak lagi terfokus ke pusat mode, seperti Paris dan Italia, atau negara tujuan wisata, seperti Singapura dan Hong Kong.
Mereka mendatangkan merek dari negara lain di kawasan Eropa, Amerika. Produk seperti dari China dan dari Rusia yang membidik konsumen atas juga ikut masuk.
Akan tetapi jika melihat laporan majalah Retail Asia dan Euromonitor International's, yang lebih banyak meraih omzet di Indonesia adalah department store kelas menengah bawah, seperti Matahari dan Ramayana.
Dari hasil pemeringkatan omzet pada tahun lalu, Ramayana menembus peringkat ke-195, Matahari menembus peringkat ke-209, Sogo yang dikelompokkan bersama Java dan Debenhams menduduki posisi ke-354.
Namun genderang perang department stor papan atas sudah ditabuh. Siapa yang paling unggul dari kompetisi itu, cuma waktu yang bisa menjawabnya.

0 komentar: